Masuknya Belanda di Mamasa

Memasuki awal abad ke-20 yaitu tanggal 25 mei 1907, untuk pertama kalinya orang asing berkebangsaan Belanda memasuki daerah Mamasa yang pada saat itu masih sulit hubungannya dengan daerah-daerah luar/terisolasi. Masih diliputi tanda Tanya dengan hadirnya orang –orang berkulit putih mirip kerbau putih (tedong belang), serta matanya yang mirip kerbau belang (tedong bonga dan tedong doti).
 
Parengnge' orobua dengan beberapa anggota dewan gereja 
(Districts hoofd Oroboea met enkele kerkraadsleden)
     


Pada saat itu, daerah yang terletak di atas gunung tersebut telah memiliki struktur kepemimpinan secara tradisioanal/adat. Pemangku-pemangku adat dengan gelaran dan fungsinya masing-masing merupakan wujud pemerintahan tradisional yang sudah lama mengatur sekian banyak kelompok masyarakat di sana. Sifat kegotongroyongan, masih merupakan hal yang dapat mempersatukan dan menjalin kerjasama yang erat dan intim di antara anggota masyarakat, kelompok dan kumpulan masyarakat  dalam beberapa tempat yang saling berjauhan. Kepemimpinan daerah ini dikenal dengan semboyan: 

MESA KADA DIPATUO, PANTAN KADA DIPOMATE”, 

artinya 

bersatu dalam menghadapi dan mengatasi serta melaksanakan sesuatu membawa kita ke arah kemajuan, sebaliknya pertentangan pendapat tanpa penyeleasaian secara kekeluargaan akan membawa kita kepada malapetaka yang bisa menghancurkan kita semua”. 

Dengan demikian masyarakat Mamasa senantiasa menjalin kerjasama yang baik, terlihat dalam setiap langkah dan gerak untuk menghadapi sesuatu, semuanya berdasarkan musyawarah mufakat.

Dengan hadirnya belanda di Mamasa, orang Mamasa tidak langsung menerima atau menolak orang-orang itu, mereka bijaksana sambil menyelidiki untuk apa mereka datang ke sana.

Tambahan pula, dari segi kepercayaan serta kebudayaan, dari dahulu kala sudah memiliki kepercayaan/agama suku yang disebut “ADA MAPPURONDO” atau “ALUK TOMATUA” yang mempunyai aturan-aturan dalam tata kehidupan dan upacara-upacara yang sudah diatur dalam keidupan mereka sejak dari nenek moyangnya sampai sekarang ini.

Tidak banyak yang dapat dicatat tentang kehadiran belanda untuk pertama kalinya di Mamasa. Yang penting bahwa pada saat itu Belanda mulai belajar untuk mengatur strategi pengusahan daerah ini secara mantap sebagai rangkaian penguasaan seluruh daerah terpencil di Indonesia.

Tetapi orang Mamasa tidak tinggal diam, setelah mengetahui bahwa belanda adalah penjajah, secara serempak tokoh dan pemberani Mamasa tampil mengadakan perlawanan dan mulai saat itu sampai menjelang proklamasi kemerdekaan R.I. banyak orang Mamasa yang gugur dalam perlawanan itu. Yang terakhir ialah perlawanan yang dilakukan di benteng salubanga (Paladan) beberapa tahun menjelang proklamasi. Kedua pahlwan terakhir itu adalah pahlawan Demmatande dan Demmmarantang yang sempat membangun sebuah kuburan keluarga sebelum mengadakan perlawanan sengit, dengan pesan jikalau mereka gugur melawan Belanda, maka mereka harus dikuburkan di dalam kuburan keluarga tersebut. Kini tinggal kenangan bagi keluarga, berupa sebuah kuburan kayu (Liang tedong-tedong) yang terindah di Mamasa, terdapat  di atas salah satu bukit di desa Paladan, menghadap ke benteng Salubangan, di mana kedua pahlawan itu mengadakan perlawanan sengit melawan Belanda.

Menjelang tahun ke-6 setelah masuknya belanda di Mamasa. Tanggal 03 Januari 1913 dibuka “VOLKSCHOOL” di Mamasa agar masyarakat Mamasa bisa sekolah. Nampaknya bahwa langkah yang paling utama bagi mereka ialah membuka pendidikan di sana.

Kepala sekolah yang pertama saat itu adalah guru D. Raranta dari Manado dan guru C. Picauly dari Ambon, keduanya merupakan perintis pendidikan di Mamasa pada saat itu.

Demikian  sekilas tentang langkah-langkah yang di tempuh orang Mamasa dalam menerima Orang belanda, dan sebaliknya cara-cara yang ditempuh Belanda dalam proses penguasaan daerah Mamasa tersebut.

Sumber :     
  
Buletin Tunggal GTM menyongsong Sinode AM XIII 1986  
seksi publikasi dan dokumentasi, ketua : Arianus mandadung

Komentar

  1. Sebelum belanda masuk, rakyat mamasa beragama apa ?

    BalasHapus
  2. ada Mappurondo..
    lihat http://mamasa-tempodoeloe.blogspot.com/2013/01/foto-bambang-mambi-dan-mapurondo-tahun.html

    BalasHapus
  3. jika demikian bagaimana idealnya kab. mamasa memperlakukan penghayat mappurondo yang ada saat ini,sebab itu berarti mappurondo berlaku universal di mamasa tempo dulu, saya sepakat dan berupaya mewujudkan pernyataan bung Karno (jasmera),salam

    BalasHapus
  4. Sebenarnya menurut sejarah bahwa siapa sebenarnya yang ditawan di Belanda diantara Nenek Demmatande dengan Nenek Demmarantang dalam hal ini pahlawan perjuangan Benteng Salubanga Paladan...???

    BalasHapus
  5. Sebenarnya menurut sejarah bahwa siapa sebenarnya yang ditawan di Belanda diantara Nenek Demmatande dengan Nenek Demmarantang dalam hal ini pahlawan perjuangan Benteng Salubanga Paladan...???

    BalasHapus
  6. yang ditawan belanda adalah nenek Demmarantang, sedangkan nene Demmatande meninggal dalam medan perang. Saudaranya lagi, nene Deppalanna katanya melarikan diri dan meninggal karena di racuni..
    begitu yang perna saya dengar..

    Thanks dah singgah di blogku,
    mudah2an bermanfaat..
    salam kenal aja...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer