Kondosapata : Filosofi



Makna Kondosapata' akan lebih mudah dipahami kalau dilengkapi dengan Wai Sapalelean. Biasanya langsung disambung "Kondosapata Wai Sapalelean" arti harafiahnya, sawah yang luas dengan air yang merata. Tapi arti filosofinya, artinya sebuah wilayah yang luas, yang di dalamnya ada masyarakat adat yang menganut nilai-nilai keadilan, tak ada perbedaan status sosial (kasta). 

Karena leluhur kita yang menemukan dan menduduki wilayah ini adalah orang yang menganut paham demokrasi yang adil, yaitu nenek PONGKAPADANG bersama Toburake Tattiu' yang mengembara ke wilayah (barat Toraja) Saluputti, Bittuang, lembang Mamasa, Pitu Ulunna Salu (PUS) sampai ke wilayah Mamuju, Mandar dan Wilayah Tanda sau'.

Pongkapadang (perabang Kondosapata) mengembangkan prinsip pranata sosial keadilan yang dalam bahasa adatnya "To niru'i suke dipappa', to unkandei kandean saratu" artinya masyarakatnya tidak ada perbedaan kasta, seperti yang berkembang di Toraja Utara dan Timur, yaitu Passontik dan toburake Tambollang yang mengembangkan perbedaan derajat (mengenal kasta), dengan pranata sosial "To uniru'I suke dibonga, to ungkandei kandian pindan" ini jelas jelas menganut paham perbedaan derajat. 

 
Pembagian kasta:

1. tana' bulawan  (kasta tertinggi)

2. tana' bassi,

3. tana' karurung

4. kasta terendah tana' koa-koa/to kaunana (budak)


Disini perbedaan mendasar pranata sosial yang dikembangkan Passontik di Toraja Utara dan Timur dengan pranata sosial yang dikembangkan Pongkapadang di wialayah barat, kemudian menjadi wilayah KONDOSAPATA' WAI SAPALELEAN, dengan aluk sanda pitunna (7777) atau yang berkembang menjadi aluk MAPPURONDO di wilayah Pitu ulunna Salu. Prinsip-prinsip yang lahir dari Pranata sosial to unnirui suke dipappa', to ungkandei kandian saratu' diantaranya Kondopasapata wai sapalelean, mesa kada dipotuo pantan kada dipomate, pada okko' pada ke'de', sipakaboro' siporannu, sitayuk, sirande maya-maya, ole lako ole diomai. Semua bermakna saling menolong, adil dalam derajat yang sama. Inilah yang membedakan kita dengan Budaya Tana Toraja. 


Walau asal usul nenek moyang kita berasal dari Ulu Saddang Tana Toraja. Pangkapadang menikah dengan orang bugis Makassar yang ditemukan dalam pengembaraan bernama TORIJE'NE'. Perkawinan campur ini dikaruniai 7 anak dan 11 cucu yang mendiami dan menjadi pemangku adat di wilayah kondosapata yang disebut Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, Karua Tiparitikna uai, mulai dari Tabulahan sampai tabang dan mulai dari Mamuju Pamboang sampai Messawa dan sepang, bittuang Ulusalu. Itulah wilayah kondosapata wai sapalelean.



Komentar

Postingan Populer